Jumlah pengusaha Indonesia ternyata masih kalah dari Malaysia, Singapura, dan Thailand dengan persentase paling tinggi sebesar 8,67 persen untuk Singapura.
MenKopUKM Teten Masduki mengatakan konsep berwirausaha di kalangan masyarakat harus dikaitkan dengan upaya menyejahterakan masyarakat sekitar.
Sleian itu, untuk membuka lapangan kerja baru, bukan semata untuk memperkaya diri.
Hal ini diutarakan MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Young Entrepreneur Wanted di Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali, Selasa (9/8).
Menteri Teten mengajak lebih banyak masyarakat untuk menumbuhkan UMKM socioentrepreneur yang berpola pikir mendirikan usaha untuk sekaligus menyejahterakan masyarakat sekitar.
MenKopUKM Teten Masduki mengatakan, konsep socioentrepreneur sangat relevan diterapkan dimana ketika seseorang mendirikan usaha tidak sekadar untuk memperkaya diri melainkan menyejahterakan sekitarnya.
Maka dari itu, ia mengajak wirausaha baru atau calon wirausaha untuk mengubah pola pikir menjadi socioentrepreneur mulai dari sekarang.
“Pola pikir kita harus berubah. Saya sering bertemu para pengusaha besar dan saya mendapati ketika mereka berbisnis bukan semata untuk memperkaya diri.”
“Mereka juga ingin membawa kesejahteraan bagi orang di sekitarnya. Ingin menolong orang, membuka lapangan pekerjaan dan lainnya,” ucap Teten.
Lebih lanjut, Menteri Teten menambahkan bahwa selama ini, pihaknya sering melakukan kunjungan ke berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk menanamkan pola pikir ini kepada calon pengusaha.
Terlebih, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk menambah 1 juta wirausaha baru hingga 2024.
Target ini juga akan berkontribusi pada jumlah wirausaha baru di Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045.
“Kenapa perlu ditambah jumlah wirausaha ini? Karena untuk menjadi negara maju, kita harus punya 10 persen sampai 12 persen pengusaha dari seluruh populasi.”
“Minimumnya 4 persen. Singapura itu sudah 8,67 persen, Malaysia 4,74 persen, dan Thailand 4,26 persen. Kita baru 3,18 persen.”
“Karena itu, kami keliling kampus untuk menyiapkan para entrepreneur sebagai persiapan Indonesia menjadi negara maju di 2045,” kata Menteri Teten.
Dia menegaskan bahwa perguruan tinggi juga perlu mengubah kurikulum agar semakin adaptif dan mampu mendorong terciptanya lebih banyak wirausaha baru.
“Perguruan tinggi jangan lagi menyiapkan sarjananya sebagai pegawai pemerintah atau swasta. Kita siapkan mereka bukan sebagai pencari kerja tapi pencipta lapangan kerja,” katanya.
Dalam acara ini, para mahasiswa juga mendapatkan cerita sukses dari para pengusaha di Bali yaitu pemilik toko oleh-oleh Krisna I Gusti Ngurah Anom atau yang akrab disapa Ajik Krisna dan Niluh Djelantik.
Selain itu, dilakukan juga penandatanganan MOU antara Universitas Warmadewa dengan KemenKopUKM tentang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Rektor Universitas Warmadewa I Dewa Putu Widjana mengatakan pemberian bekal untuk para mahasiswa ini sangat baik untuk dilakukan guna mengubah pola pikir wirausaha.
“Pemberian bekal ini sangat baik untuk memberikan wawasan kepada para mahasiswa agar dapat menjadi pebisnis yang sukses,” ucap Putu Widjana.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kesejahteraan KORPRI Provinsi Bali AA Gede Oka Wisnumurti menuturkan bahwa kurikulum bukan berarti tidak bisa diganggu gugat.
Untuk mencetak para pengusaha baru, pendekatan dari sektor pendidikan akan menjadi langkah utama dan sangat krusial.
“Kurikulum jangan dijadikan kitab suci. Mahasiswa ini hebat tinggal ada sentuhan dari kampus agar terbentuk mereka,” kata Oka Wisnumurti.